Nyan Cat

Tuesday, December 31, 2013

Selamanya Teman

Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Helga harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Helga jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.

“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Helga. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Helga merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.

“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Helga berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Helga benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Helga nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Helga mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.

Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Helga terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.

Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Helga yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Helga mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.

“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.
“Makan tuh sakit!!” ejek Helga sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Helga pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
“Helga…”
Helga menoleh untuk Melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Catherine teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Helga membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Helga emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Catherine malah menjitak kepalanya dari belakang.
“Woi non, tuli ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Catherine dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.
“Sori deh Cath. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”

“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Catherine panjang lebar.

“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Helga benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.

“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Garry lho.”

“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Helga membela diri.

Sejenak Catherine terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Catherine polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Garry nggak suka sama gue.”

“Tau ah gelap!”
***

Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Helga sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Catherine masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.

“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Helga menjitak kepala Catherine. “Duluan ya, Cath. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Catherine hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.

Saat Helga membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sori..” ucap Helga kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Helga langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”

Jujur Garry udah bosen kayak gini terus sama Helga. Dia pengen hubungannya dengan Helga bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Catherine.” ucap Garry dingin sambil celingak celinguk mencari Catherine. “Hey Cath!” ucap Garry riang begitu orang yang dicarinya nongol.

“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Catherine sejenak melirik Helga. Lalu dilihatnya Garry mengangguk bertanda mengiyakan. “Hel, kita duluan ya,” ujar Catherine singkat.

Helga hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Catherine dan Garry yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap Cathihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Garry selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Garry tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Garry juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
***

Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Helga hingga menetes ke kemeja putihnya. Helga nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.

“Maksud lo apa?” bentak Helga menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.

“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Helga. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Helga. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.

“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.

Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Helga dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Helga diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Garry. Wait, wait.. Garry??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Garr, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!

“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Helga sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Helga benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.

Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Helga. Tapi Helga malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.

Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Helga dengan fanta jeruk. “Jauhin Garry. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Garry. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Garry?!!”

“Maksud lo?” ledek Helga sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa ama Garry. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”

Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Helga. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Helga. Kesabaran Helga akhirnya sampai di level terbawah.

Buuugg! Tonjokan Helga mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Helga kalah. Tak perlu lama, Helga sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.

“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Helga juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Helga sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.

“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Helga melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Helga dan membantunya untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Hel?”

“Nggak apa-apa dari hongkong!?”
***

Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Helga dan Garry berada di ruang UKS. Helga membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Garry memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Helga. Helga lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Garry nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.

“Ntar lo pulang gimana?” tanya Garry polos.

“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Helga jutek. Rasanya Helga makin benci sama yang namanya Garry. Gara-gara Garry dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Garry nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.

“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Helga dengan wajah jengkel.

“Nggak.”

“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Helga kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Garry. Aduuuhh…

Garry sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Garry sambil menunjuk Helga.

Helga diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Garry menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Garry.

“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”

“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Garry sejelas-selasnya. Garry pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Helga. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.

“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Garry menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”

Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Helga sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Helga, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Garry karena Catherine juga suka Garry. Tapi sekarang?
“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Garry berbicara tepat saat Helga sudah berada di ambang pintu UKS.

Helga diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Garry yang termenung sendiri.
Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Catherine belum datang. Helga sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Helga nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Garry selalu terbesit di benaknya. Apa benar Garry pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Garry mau pindah apa nggak, batin Helga. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”

“Mikirin Garry maksud lo?” ucap Catherine tiba-tiba udah ada disamping Helga. “Nih hadiah dari pangeran lo.” Dilihatnya Catherine mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Helga membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Helga dan Garry saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.

    Dear Helga,

    Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue.


“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Garry tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Catherine tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Garry. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”

“Thanks Cath. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Helga tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Catherine terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Garry suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Garry. Janji?” lanjut Catherine sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Ingin rasanya Helga menolak. Catherine terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Catherine belum sepenuhnya melupakan Garry. Tapi Helga juga tak ingin mengecewakan Catherine. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.

“Janji..” gumam Helga lirih.

No comments:

Post a Comment